Sebelum memulai, saya akan coba menyampaikan beberapa “masalah” agar menjadi masalah kita semua, dan akhirnya kita coba cari sama-sama solusi yang bisa kita lakukan minimal sebagai individu dengan memulai dari yang kecil dan dimulai dari saat ini.
Pertama-tama yang jadi pertanyaan adalah “Kenapa sih mau milih makanan aja kok kayanya ribet bener?”. Ternyata secara langsung maupun tidak langsung, makanan yang kita pilih akan berdampak pada orang lain, lingkungan sekitar, negara, bahkan dunia. Kalau kita menyimak 3 slide di awal, apa yang kita pikirkan? Oh ternyata disaat kita sedang bermewah-mewah dengan makanan, ternyata ada orang lain yang masih kelaparan, padahal masih sama-sama tinggal di Indonesia.
Tak dipungkiri, di sekitar kita masih ada ketimpangan bahakan dalam urusan makan. Saat ditelaah lebih lanjut, negara kita ini masih menempati status “serius” untuk urusan kerawanan pangan.
Dilihat trend dari tahun ke tahun, negara kita masih tidak bergeser signifikan dari posisinya dalam indeks kerawanan pangan. Artinya, status kita masih “serius” dan hal ini perlu menjadi perhatian.
Global Hunger Index ini menjadi ukuran bahwa balita dan anak-anak pada rumah tangga miskin lebih rentan mengalami gangguan gizi.
Dan kalau kita telusuri lagi tentang pekerjaan, yang mendominasi masyarakat miskin ternyata masih terkait dengan pertanian. Hal-hal inilah yang menjadi paradoks di negara agraris ini. Dia yang menghasilkan pangan, dia juga yang berkekurangan, bahkan kelaparan (kekurangan gizi). Terlebih lagi populasi petani yang semakin lama semakin menurun dari tahun ke tahun.
Lalu bagaimana hubungannya dengan pangan lokal?
Jika teman-teman pernah menyimak pemaparan saya di instagram (@rizkuna) mengenai beberapa keutamaan pangan lokal selain bermanfaat bagi kesehatan, lebih ramah lingkungan, dan lebih affordable (atau terjangkau); pangan lokal juga menjadi sarana penguatan ekonomi komunitas (termasuk petani dan parra pekerja yang termasuk dalam rantai pangannya).
Kemudian, selain Indeks Kerawanan Pangan, Indeks lain yg menjadi ukuran pertanian dan pangan di Indonesia adalah Global Food Security Index (GFSI) dan Food Sustainability Index (FSI). Yuk kita lihat posisi Indonesia di antara negara lainnya.
Untuk GFSI menempati peringkat 62 dari 133 negara yang dinilai. Sedangkan untuk FSI, Indonesia menempati peringkat 60 dari 67 negara yg dinilai. Menariknya, dalam Food Sustainability Index yang juga menghitung food loss dan food waste. Indonesia menepati peringkat atas.
Food loss artinya pangan yg terbuang dalam prosesnya setelah panen sampai ke meja makan kita (karena proses transportasi, penyimpanan dll). Sedangkan, food waste adalah makanan yang menjadi sampah rumah tangga kita. Sudah cukup terkejut belum? Lalu apa yang mesti kita perbuat untuk menghadapi ini? Yuk, pelan-pelan kita diskusikan sama-sama.
SESI TANYA – JAWAB
Pertanyaan pertama
Nama : Thabed Tholib Baladraf
Asal Kampus : Universitas Jember
Pertanyaan : Menurut Mbak Riska, bagaimana tanggapannya terhadap upaya diversifikasi pangan yang telah dilakukan selama ini? Karena saya juga pegiat diversifikasi pangan. Salah satu angka impor yang tinggi yaitu tepung terigu. Nah, contoh produk saya saya sudah buat roti dengan substitusi tepung singkong sebagai komoditas lokal yang potensial. Menurut kak riska, apakah hal itu efektif bila dilakukan secara berkelanjutan?
Jawaban : Untuk program diversifikasi sudah cukup baik untuk mendukung ketahanan pangan. Permasalahan tepung ini jg cukup membuat galau. karena hingga kini produk pangan lokal Indonesia belum mampu untuk mematahkan dominasi pangan dari tepung terigu yang terjadi di Indonesia.Agar bisa sustain, subtitusi tepung singkong/mocaf harus bs menyamakan harga dengan tepung terigu agar affordable atau terjangkau untuk semua kalangan. Gimana caranya? Pelajari teknologinya.
Pertanyaan Kedua
Nama : Indah Priyanti
Asal Kampus : Universitas dian nuswantoro, Semarang
Pertanyaan :Menurut teteh konsep pemberdayaan seperti apa yang bisa mengoptimalkan kedaulatan pangan?
Jawaban : Pemberdayaan ke petani tentu saja. Bisa dengan bentuk penyuluhan, pengenalan teknologi atau akses ke pasar. Selain itu bisa berdayakan juga ibu-ibu tani agar dapat menambah nilai produk pertanian. Sebenarnya efektif tapi tidak berlanjut, jadinya malah ga efektif. Dulu di desa tmpat tinggal saya sekarang ada program dari kelompok wanita tani setempat, tapi ga berlanjut karena ganti pemerintah.
Pertanyaan Ketiga
Nama : Tio
Asal Kampus : Semarang
Pertanyaan : Apakah ada link / komunitas dalam pangan lokal, ya, mbak? Jika ada saya mau ikut gabung juga.
Jawaban : Yuk kita ramein lagi Go Pangan Lokal!
Pertanyaan Keempat
Nama : Nelly
Asal Kampus : Medan
Pertanyaan :Bagaimana menurut kakak upaya mendukung ketahanan pangan melalui kearifan lokal yang kita punya, terutama di daerah Medan, Sumatera Utara?
Jawaban : Oke. Sebelumnya kita samakan presepsi tentang definisi pangan lokal itu sendiri, ya. Definisi pangan menurut UU No. 18 Tahun 2012 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Nah, jadi bisa kita simpulkan bahwa pangan adalah termasuk diantaranya, bahan pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan yang belum diolah sampai pada makanan yang sudah masak/diproses dengan teknologi sederhana atau yang kompleks.Itu tadi definisi pangan.
Untuk definisi ‘lokal’ sendiri, di beberapa referensi jurnal sangat beragam pengertiannya, sehingga pengertiannya sangat bergantung pada konteks yang akan kita gunakan.Lokal bisa didefinisikan sebagai wilayah, area, atau jarak. Untuk cakupannya pun beragam, ada yang mendefinisikan jarak sekian, namun yang paling mudah jika itu dalam konteks nasionalisme, maka definisi lokal bisa kita artikan sebagai batas-batas wilayah nusantara. Jadi, kita bisa sebut semua produk pertanian perikanan peternakan perkebunan yang dilakukan dalam wilayah Indonesia adalah pangan lokal Indonesia. Selain itu ada definisi yang dipaparkan oleh Hariyadi 2010, bahwa pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu.
Produk pangan lokal ini diolah dari bahan baku lokal, teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula dari masyarakat setempat. Dan biasanya, produk pangan lokal ini dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal atau konsumen setempat.Sehingga pangan lokal ini berkaitan erat dengan budaya lokal. Karena itu, produk ini sering kali menggunakan nama daerah, seperti dodol garut, lumpia semarang, gudeg jogja, soto lamongan dan sebagainya. Nah, untuk medan, sebagai simbol daerah bisa bika ambon yang tepungnya dari lokal misalnya.Yang pasti promosinya jangan kalah sama medan napoleon dengan cara membawa “cerita” untuk produk yg akan dipasarkan.
Pertanyaan Kelima
Nama : Rizky QW
Asal Kampus : –
Pertanyaan : Gimana caranya agar pangan lokal diminati masyarakat? Terutama produk pangan lokal yang sudah ada penelitiannya?
Jawaban : Harus menarik konsumen pastinya. Tuntutan konsumen masa kini semakin berkembang dan terjadi perubahan konsumsi masyarakat Indonesia.Perubahan pola perilaku konsumen di indonesia menyebabkan maraknya impor mulai dari tanaman pangan, buah, sayur hingga makanan kemasan serta ketergantungan yang tinggi pada beras.Jadi ada dua cara, bisa merubah kembali perilaku konsumsi (kampanye pangan lokal) atau menyesuaikan dengan preferensi masyarakat (bikin mie mocaf, roti mocaf dll) yang penting promosinya bersifat edukasi.
Pertanyaan Keenam
Nama : unknown
Asal Kampus : –
Pertanyaan :Seperti yang kita ketahui bahwa Pemerintah bermimpi, pada 2045 Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia. Segala cara dilakukan pemerintah untuk mencapai target tersebut, salah satunya lewat program swasembada pangan yang dimulai pada tahun lalu. Komoditas apa saja yang akan menjadi unggulan Indonesia ke depannya?
Jawaban : Kalau dilihat dari target pemerintah mungkin sebagai berikut, ya.Tapi yang daging sapi aku agak skeptic. Soalnya orang Indonesia sebenernya cocoknya makan ikan dibanding makan daging sapi.
Closing statement
Beberapa langkah dalam mendukung konsep ketahanan pangan diantaranya yang paling bisa kita lakukan dalam sehari-hari adalah meningkatkan diversifikasi pangan. Tidak makan nasi 3 kali sehari diganti dengan sumber karbo lainnya seperti ubi, singkong, atau jagung (kalau bisa selain gandum, ya). Selain itu, menjadi hubungan yang lebih dekat antara petani dan masyarakat, hal ini bisa diwujudkan dengan mendukung adanya pasar tani, dimana petani bebas menjual langsung produk nya ke masyarakat. Kalau belum bisa, minimal kita lebih memilih berbelanja di pasar tradisional dibandingkan super market. Kemudian, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memilih pangan lokal.