Sholah Fariduddin
Tokyo, 3-7 Oktober 2019
Kisah ini saya rapihkan kembali dan saya susun kembali, kisah tentang sebuah perjalanan yang menggambarkan bagaimana takdir dan usaha menentukan pilihan dan jawabannya dalam skenario Allah.
Mengingat akan skenario Allah. Teringat pula akan konsekuensi takdir jika dahulu memilih suatu langkah A maka konsekuensi langkah A akan mendapatkan takdir yang ditetapkannya dari Allah. Ketentuan Allah bisa memberikan konsekuensi hasil pilihan baik atau buruk. Saya pun memulai perjalanan itu dengan berusaha mendekatkan kepada yang baik dan terbaik menurut saya.
Bermula dari lulusan salah satu pondok (Darul Qur’an Mulia, Bogor) yang setelah lulus memiliki pegangan hidup dan amanat dalam keberlanjutan kehidupannya. Bermodal 100 catatan impian dan pesan sang guru tentang pentingnya berbaur dengan orang orang yang nyaman akan masjid. Saya pun akhirnya bertekad dalam perjalanan studi harus memiliki kawan khusus yang nyaman akan masjid. Studi di Universitas Islam Indonesia menjadi sebuah pilihan takdir saya menggapai mimpi-mimpi dan amanat itu. Hingga pada tahun 2016 setelah satu tahun mengamati lingkungan dan adaptasi diri. Saya menemukan tempat singgah dan lingkungan kawan yang dekat dengan masjid, kontrakan pemuda masjid Al-Muhaajirin (Kavling Perumahan Dosen UII). Disana saya menemukan kawan berbeda jenjang tingkat studi, jurusan, bahkan daerah yang sama sama dipilih masyarakat disana menjadi takmir mahasiswa (Pemuda Pengurus Masjid).
Dua tahun lebih berjalan dan tinggal satu atap bersama kawan kawan Pemuda Muha yang biasa kita katakan tentang kontrakan ini karena lebih mudah dikenal. Dari lingkungan masjid ini, perlahan banyak impian-impian terkabulkan tanpa terasa. Dimulai tercapainya mimpi publikasi ilmiah yang didanai dengan mudah karena masa-masa proses monev PKM menuju PIMNAS 32 hingga menggapai Negeri Sakura. Catatan 100 mimpi yang saya miliki satu persatu mulai tercoret menjelaskan “terlaksana”.
Pada sekian banyaknya mimpi, cerita keberjalan hingga bisa ke Negeri Sakura adalah yang paling tak bisa dibayangkan dalam diri ini. Saya berpikir capaian mimpi tersebut adalah berkah dari berpaut dengan masjid dan juga dari orang-orang baik. Ya, dari kedekatan dengan masjid saya menemukan orang-orang hebat dari Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia – Klaster Mahasiswa (MITI KM) dan bahkan bisa bertemu dengan kawan Beasiswa Aktivis Salman (BAS 2019) dari sanalah pecutan semangat bangkit menggapai mimpi terus hadir.
Tepat pada tanggal 9 Agustus 2019, PPI Tokodai atau PPI Tokyo Institute of Technology memilih saya dan diundang khusus dalam ajang TICA (Tokyo-Tech Indonesia Commitment Award) yang sepenuhnya diakomodasikan oleh kawan kawan PPI Tokodai. Capaian ini juga bukan dibilang mudah karena dalam seperjalanan satu tahun kurang proses seleksi untuk terpilihnya 3 terbaik peserta TICA harus mengikuti 4 tahap seleksi. Bahkan ditahap puncak 1 tahap terakhir dengan symposium ilmiah. TICA adalah sebuah ajang keilmiahan yang diadakan tiap tahun oleh PPI Tokodai dengan visi dapat meningkatkan daya saing masyarakat Indonesia dikanca internasional.
Gambar potongan isi surat undangan TICA dari PPI Tokodai
Menggapai Negeri Sakura (Jepang) menjadi sebuah penutup cerita studi akhir saya dimasa sarjana yang tak bisa terlupakan. Lembar – lembaran 100 impian saya pun mulai dibuka kembali apakah pernah menulis tentang mimpi tersebut. Ternyata Allah Maha pendengar sempurna, satu satunya mimpi yang paling spesifik yang benar benar Allah kabulkan “Dapat merasakan jepang di kampus TIT (Tokyo Institute of Technology), impian itupun juga disematkan dalam keisengan saya empat tahun silam dilini profil facebook “pernah belajar di Tokyo Institute of Technology”, plus profil sampul berlatar gedung ikon kampus tersebut, bukan sebuah kebetulan semata tapi atas banyak doa dan usaha. Di acara yang diadakan PPI Tokodai ini saya pun bertemu dengan tokoh dan masyarakat Indonesia yang sangat memberi ilmu dan semangat untuk bisa tetap melanjutkan studi yang lebih tinggi untuk menggapai harapan kemajuan bangsa Indonesia lewat sebuah karya.
Akhir kisah, semua capaian impian ini bukanlah tanpa sengaja, banyak hal dan kejadian yang tak bisa terlupakan sebagai pembelajaran untuk terus maju. Dari sini pun saya teringat akan pesan dari firman Allah yang sangat familiar,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (TQS. Ar-Ra’d [13]: 11)
Pada cerita ini, semoga mampu memberi semangat untuk diri saya ataupun yang membaca kisah ini, terus jaga diri dan terpautlah dengan orang-orang baik, salah satu sarana terbaik menemukan orang baik adalah pada naungan masjid. Selagi dapat lebih mendekat kepada Sang Rabb, kita juga dapat menemukan cahaya harapan dari manapun didalam naungan rumah Allah.